Apa Itu Puing atau Sampah Luar Angkasa ?

Bersamaan dengan semakin meningkatnya jumlah benda antariksa buatan, puing-puing ruang angkasa atau biasa disebut sampah antariksa pun ikut meningkat. Dalam situs resminya, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) menyebutkan jika berdasarkan benda-benda berukuran 10 cm ke atas maka jumlah sampah saat ini diperkirakan telah mencapai lebih dari 34.000.

Puing-puing ruang angkasa ini sendiri mulai menumpuk di orbit Bumi segera setelah peluncuran pertama satelit buatan ke orbit pada tahun 1957. Setelah peluncuran Sputnik 1 ini, Komando Pertahanan Dirgantara Amerika Utara (NORAD) mulai menyusun database (Katalog Objek Luar Angkasa) dari semua peluncuran roket yang diketahui dan objek yang mencapai orbit: satelit, perisai pelindung, dan kendaraan peluncur tahap atas.

Sampah antariksa sendiri, jika mengacu pada Wikipedia, bisa diartikan sebagai benda buatan manusia di antariksa, terutama di orbit Bumi, yang sudah tidak lagi berfungsi dan berguna. Ini termasuk pesawat ruang angkasa yang terlantar, puing-puing terkait misi, dan puing-puing fragmentasi dari pecahan badan roket dan pesawat ruang angkasa yang terlantar.

Selain benda-benda buatan manusia yang tertinggal di orbit, contoh lain dari sampah antariksa adalah fragmen dari disintegrasi, erosi dan tabrakan, atau bahkan noda cat, cairan padat yang dikeluarkan dari pesawat ruang angkasa. Puing-puing ruang angkasa ini bisa menjadi bahaya tersendiri bagi pesawat ruang angkasa.

Pada Oktober 2019, Jaringan Pengawasan Luar Angkasa AS melaporkan hampir 20.000 objek buatan ada di orbit di atas Bumi, termasuk 2.218 satelit operasional. Namun, ini hanyalah objek yang cukup besar untuk dilacak. Pada Januari 2019, lebih dari 128 juta keping puing yang berukuran lebih kecil dari 1 cm (0,4 in), sekitar 900.000 keping puing 1–10 cm, dan sekitar 34.000 keping yang lebih besar dari 10 cm (3,9 in) diperkirakan berada di orbit mengelilingi Bumi.

Berikut adalah contoh ilustrasi sampah luar angkasa dari tahun 1957-2016